MAKALAH HUKUM : PENJELASAN BAB XXX KUHP PASAL 480 TENTANG PENADAHAN


TENTANG PENADAHAN
Disusun Oleh :
1.      Titik Wijayanti                                                                                   30301509317
2.      Tri Umardani                                                                                       30301509329
3.      Triyas Amalia Cahyani                                                                        30301509321
4.      Wela Armiyah                                                                                     30301509333
5.      Wisnu Ardiyanto                                                                                30301509336
6.      Yeni Amalia                                                                                         30301509340
7.      Yoga  Faishal Fakhri                                                                            30301509341
8.      Yusuf Kurniawan                                                                                30301509348
9.      Zainu Rizal                                                                                           30301509351
10.  Fitri Aji Wira Nur Sasongko                                                               30301509357
11.  Gatot Aji Pranito                                                                                30301509358
12.  Mahendra Dewa Wicaksana                                                                          30301509359
13.  Rahmat Hidayat                                                                                  30301509360







Fakultas Hukum
Universitas Islam Sultan Agung

BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Karena budaya masyarakat Indonesia yang lebih suka membeli barang-barang dibawah harga normal tanpa mengetahui atau mencari tahu asal-usul barang tersebut, banyak yang tidak tahu bahwa mereka bisa disebut sebagai Penadah. Maka dari itu makalah ini akan membahas mengenai penadahan dan kriteria apa saja yang dapat menjadikan sesorang dapat di pidana.
1.2 Rumusan Masalah
      Apa Itu Penadahan?
      Mengapa bisa terjadi Penadahan?
      Bagaimana kriteria seseorang disebut sebagai Penadah?
      Proses Penadahan
1.3 Tujuan Penulisan
      Memahami apa yang disebut dengan Penadahan
      Bisa membedakan antara Penadahan dan Pembelian biasa
      Mengerti syarat-syarat orang yang bisa disebut sebagai Penadah



BAB II

LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian Penadahan
Menurut code penal Prancis, yakni sesuai dengan kebanyakan perundang-undangan pidana dari berbagai negara di Eropa yang berlaku pada abad 18, perbuatan menadah benda-benda yang diperoleh karena kejahatan tidak dipandang sebagai suatu kejahatan yang berdiri sendiri atau sebagai suatu jelfstandig misdrijf,melainkan suatu perbuatan membantu melakukan kejahatan atau sebagai suatu medeplichtigheid dalam suatu kejahatan, yakni dengan perbuatan mana pelaku dapat memperoleh benda-benda yang diperoleh karena kejahatan. Para pembentuk kitab undang-undang hukum pidana ternyata telah meninggalkan paham seperti itu, dan menurut Prof Simons, mereka itu dengan tepat telah mengatur tindak pidana penadahan dalam bab XXX dari buku 2 KUHP sebagai tindak pidana pemudahan.
      Menurut Prof Simons pun mengakui bahwa pengaturan tindak pidana penadahan didalam bab XXX buku 2 KUHP sebagai tindak pidana pemudahan itu sebenarnya kurang tepat, sebab perbuatan menadah yang didorong oleh hasrat untuk memperoleh keuntungan sebenarnya tidak dapat disebut sebagai telah dilakukan dengan maksud untuk memudahkan orang lain melakukan kejahatan.
2.2 Penjelasan Pasal 480
Dalam pasal 480 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) disebutkan:

”Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah:
1.      Karena bersalah menadah, barangsiapa membeli, menyewa, menukari, menerima gadai,  menerima sebagai hadiah  atau karena mau mendapat untung, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan;
2.      Barangsiapa mengambil untung dari hasil sesuatu barang, yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya bahwa barang-barang itu diperoleh karena kejahatan”;

Penjelasan :
1.      Yang dinamakan “sekongkol” atau biasa disebut pula “tadah”, dalam bahasa asing “heling”, itu sebenarnya hanya perbuatan yang sebutkan pada sub 1 dari pasal ini.
2.      Pebuatan yang tersebut pada sub 1 dibagi atas dua bagian ialah :
      Membeli, menyewa dsb (tidak perlu dengan maksud hendak mendapat untung) barang yang diketahuinya atau patut diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan.
Misalnya: A membeli sebuah arloji dari B yang diketahuinya, bahwa barang itu asal dari curian. Disini tidak perlu dibuktikan, bahwa A dengan membeli arloji itu hendak mencari untung ;
      Menjual, menukarkan, mengadaikan, dsb. Dengan maksud hendak mendapat untung barang yang diketahuinya atau patut diketauinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan ;
      Misalnya: A yang mengetahui, bahwa arloji asal dari curian, disuruh oleh B (Pemegang arlorji itu) menggadaikan arloji itu ke rumah gadai dengan menerima upah.
      Selain dari pada itu dihukum pula menurut pasal ini (sub 2) ialah :
      orang yang mengambil keuntungan dari hasil suatu barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh dari hasil kejahatan. Sebenarnya yang tersebut dalam sub 2 ini bukan “sekongkol”, “hasil” barang asal dari kejahatan
Misalnya: A mencuri arloji, kemudian dijual laku Rp.150, : Arloji adalah barang asal dari kejahatan.
3.      Elemen penting dari pasal ini ialah : Terdakwa harus mengetahui atau patut diketahui atau patut menyangka, bahwa barang itu asal dari kejahatan = disini terdakwa tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasaan, uang palsu, atau lain-lain) akan tetapi sudah cukup apa bila ia patut dapat menyangka (mengira, mencurigai), bahwa barang itu barang “gelap” bukan barang “terang”. Untuk membuktikan elemen ini memang sukar, akan tetapi dalam prakteknya biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya dibeli dengan dibawah harga, dibeli pada waktu malam secara bersembunyi yang menurut ukuran ditempat itu memang mencurigakan.
4.      “Barang asal dari kejahatan” = misalnya asal dari pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, sekongkol dll. Asal dari pelanggaran, tidak masuk disini. Barang asal dari kejahatan itu dapat dibagi atas dua macam yang sifatnya amat berlainan, ialah :
·         Barang yang didapat dari kejahatan, misalnya barang-barang hasil pencurian, penggelapan, penipuan atau pemerasaan. Barang-barang ini keadaanya adalah sama ajadengan barang-barang lain yang bukan asal kejahatan tersebut. Dapat diketahuinya, bahwa barang-barang itu asal dari kejahatan atau bukan, dilihat dari hasil penyelidikan tentang asal mula dan caranya berpindah tangan, dan
·         Barang yang terjadi karena telah dilakukan suatu kejahatan, misalnya mata uang palsu, uang kertas palsu, diploma palsu, dll. Barang-baramg ini rupa dan keadaannya berlainan dengan barang-barang tersebut yang tidak palsu

Sekarang sifat barang pada sub a adalah berlainan dengan sifat barang tersebut pada sub b.Sifat “asal dari kejahatan” yang melekat pada barang tersebut pada sub a adalah tidak kekal (tidak selama-lamanya), artinya apabila barang tersebut telah diterima oleh orang secara beritikad baik (ter goeder trouw), maka sifatnya “asal dari kejahatan” itu menjadi hilang, dan jika sejak waktu itu barang tersebut dibeli dsb, meskipun yang membeli dsb. Itu mengetahui benar-benar, bahwa asal barang tersebut dari kejahatan, namun si pembeli tidak dapat dihukum karena sekongkol, sebab elemen “asal dari kejahatan” tidak ada :
 Misalnya: A mencuri sebuah arloji, kemudian digadaikannya dirumah gadai sampai lewat waktunya tidak ditebus (diambil), sehingga barang itu menjadi bur (gugur, daluawarsa) dan seperti biasanya terus dijual lelang oleh pengurus rumah gadai tersebut.
Dalam lelangan itu arloji dibeli oleh B, teman si A, yang mengetahui benar-benar tentang asal-asul barang itu. Disini B sebenarnya telah membeli barang yang diketahui asal dari kejahatan, akan tetapi tidak dikenakan pasal 480, oleh karena sebab telah diterimanya oleh rumah gadai dengan itikad baik itu, maka sifat “asal dari kejahatan” dari arloji tersebut sudah menjadi hilang.
Sebaliknya dari barang yang tersebut sub a, maka sifat “asal dari kejahatan” yang melekat dari barang-barang yang tersebut pada sub itu adalah kekal (tetap untuk selama-lamanya), artinya barang-barang itu bagaimana pun juga keadaanya, senantiasa tetap dan terus menerus dipandang, sebagai barang asaldari kejahatan dan apabila diketahui asal-usulnya tidak bisa dibeli, disimpan, diterima, sebagai hadiah dsb. Tanpa kena hukuman, misalnya orang menerima uang palsu sebagai hadiah, bila ia mengetahui tentang kepalsuan uang itu, senantiasa dapat dihukum. Uang palsu, diploma palsu dsb. Senantiasa wajib diserahkan pada polisi untuk diusut atau kemudian dirusak untuk menjaga jangan sampai dipergunakan orang.
5.  Dicatat disini, bahwa pasal 367 tidak berlaku bagi sekongkol, sehingga sekongkol tidak pernah menjadi delik aduan. Ini berakibat, bahwa bila A mencuri barang milik bapanya dan barang itu ditadah (sekongkol) oleh B (saudara A), maka berdasar pasal 367 bapak itu dapat meniadakan tuntutan pidana terhadap A, anaknya yang mencuri itu, akan tetapi tidak  demikian halnya terhadap B, anaknya yang berbuat sekongkol.

3.Unsur-Unsur Penadahan
·         UNSUR SUBYEKTIF
  1. Yang ia ketahui atau waarvan hij weet
  2. Yang secara patut harus ia duga atau waarvan hijredelijkerwijs moet vermoden
·         UNSUR OBYEKTIF
1.      Membeli
2.      Menyewa
3.      Menukar
4.      Menggadai
5.      Menerima sebagai hadiah atau sebagai pemberian
6.      Didorong oleh maksud untuk memperoleh keuntungan
7.      Menjual
8.      Menyewakan
9.      Menggadaikan
10.  Menyimpan
11.  Menyembunyikan



4.Syarat Dapat Di Pidana
            Untuk dapat menyatakan seseorang terdakwa telah terbukti memenuhi unsur yang ia ketahui sebagaimana yang dimaksud diatas baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan didepan sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa :
  1. Bahwa terdakwa mengetahui yakni bahwa benda itu telah diperoleh karena kejahatan
  2. Bahwa terdakwa menghendaki atau mempunyai maksud untuk melakukan perbuatan yang didakwakan oleh penuntut umum, seperti membeli, menyewa, menukar, menggadai atau menerima sebagai hadiah atau pemberian
  3. Bahwa terdakwa menghendaki atau mempunyai maksud untuk melakukan perbuatan yang didakwakan oleh penuntut umum, seperti menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan karena didorong oleh maksud untuk memperoleh keuntungan, atau setidak-tidaknya mengetahui bahwa perbuatan itu telah ia lakukan karena terdorong oleh maksud atau hasrat untuk memperoleh keuntungan.

5. Jenis Penadahan dan Sanksi

  1. Tindak Pidana Penadahan Dalam Bentuk Pokok
Tindak pidana penadahan dalam bentuk pokok oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal 480 KUHP, yang merumuskan aslinya dalam bahasa Belanda yang artinya :
“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah”:
      1. Karena bersalah telah melakukan penadahan, yakni barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah atau dengan harapan akan memperoleh keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang ia ketahui atau secara patut harus dapat ia duga bahwa benda tersebut telah diperoleh karena kejahatan
  1. Barang siapa mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang ia ketahui atau secara patut harus dapat ia duga bahwa benda tersebut telah diperoleh karena kejahatan.

  1. Tindak Pidana Penadahan yang Dilakukan Sebagai Kebiasaan
Tindak pidana penadahan  yang dilakukan sebagai kebiasaan ataupun yang di dalam doktrin sering disebut sebagai gewoonteheling oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal 481 KUHP yang rumusan aslinya di dalam bahasa Belanda yang artinya sebagai berikut :
    1. Barang siapa membuat sebagai kebiasaan pekerjaan dengan sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan atau menyebunyikan benda-benda ang diperoleh karena kejahatan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun.
    2. Orang yang bersalah dapat dicabut hak-haknya seperti yang diatur dalam pasal 35 NO 1-4 dan dapat dicabut pula haknya untuk melakukan pekerjaan, dalam pekerjaannya kejahatan itu telah dilakukan.
Jika orang membandingkan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam rumusan tindak pidana yang  diatur dalam pasa 481 ayat i KUHP dengan perbuatan-perbuatan yang terlarang di dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam pasal 480 angka 1 KUHP, segera dapat diketahui bahwa antara keduanya tidak terdapat perbedaan sama sekali, tetapi jika kemudian orang melihat pada pidana yang diancamkan bagi pelaku tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam pasal 480 angka 1 KUHP dan bagi pelaku tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam pasal 481 ayat 1 KUHP
maka segera juga dapat diketahui bahwa pidana yang diancamkan bagi pelaku tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam pasal 480 ayat 1 angka 1 KUHP adalah lebih berat daripada yang diancamkan bagi pelaku tindak pidana penadahan seperti yang dimaksud dalam pasal 480 angka 1 KUHP.

  1. Tindak Pidana Penadahan Ringan
Yang disebut tindak pidana penadahan ringan itu oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal 482 KUHP yang rumusan aslinya dalam bahasa Belanda yang artinya :
Perbuatan-perbuatan yang disebutkan dalam pasal 480 itu dipidana sebagai penadahan ringan dengan pidana penjara selama-lamanya tiga bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah, jika kejahatan karena kejahatan tersebut benda itu diperoleh merupakan salah satu kejahatan dari kejahatan-kejahatan yang diatur dalam pasal 364, 373, dan pasal 379. Yang dimaksud dengan perbuatan-perbuatan yang disebutkan dalam pasal 480 di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 482 KUHP tersebut ialah perbuatan-perbuatan :
    1. Membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah suatu benda yang diketahuinya atau secara patut harus dapat diduganya bahwa benda tersebut telah diperoleh karena kejahatan
    2. Dengan harapan akan memperoleh keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang diketahuinya atau secara patut harus dapat diduganya bahwa benda tersebut telah diperoleh karena kejahatan
    3. Mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang diketahuinya atau secara patut harus dapat diduganya bahwa benda tersebut telah diperoleh karena kejahatan.

6. Korelasi Antara Penadahan dengan Pencurian, Penggelapan, dan Penipuan
            Korelasi antara penadahan dengan pencurian, penggelapan, dan penipuan dijelaskan dalam Pasal 482 KUHP, yang memuat ketentuan-ketentuan yang menjadi bagian dari penadahan ringan terhadap tindak pidana yang diatur dalam Pasal 364, 373 dan 379 KUHP. Pasal ini ada padanannya dalam Ned. W.v.S yaitu Pasal 417, tetapi rumusannya lain, dikatakan: “sengaja menadah” sebagai kebiasaan dan seterusnya. Jadi, menjadikan kebiasaan menadah dengan sengaja, ancaman pidananya pun lebih ringan, yaitu pidana penjara maksimum enam tahun, tetapi dendanya lebih tinggi dari delik pencurian, yaitu kategori V (seratus ribu gulden). Persamaannya dengan Pasal 481 KUHP, ialah keduanya delik sengaja.
Pasal 482 KUHP mengenai penadahan ringan, yaitu menadah hasil pencurian ringan (Pasal 364 KUHP, Penggelapan ringan (Pasal 373 KUHP) dan Penipuan Ringan (Pasal 379 KUHP). Semuanya sudah menjadi Pasal tidur, karena terlalu ringan jumlah hasil curian, penggelapan dan penipuan, yaitu tidak lebih dari 250 rupiah.
 Mahkamah Agung memutuskan pada 10 Agustus 1957 bahwa “menadah barang dari penadah (penadahan ganda) dapat dipidana, karena penadahan itu sendiri adalah kejahatan, asalkan si pembeli mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang yang dibelinya itu berasal dari kejahatan incasu penadahan”.
            Mahkamah Agung memutuskan pada 9 Juli 1958, bahwa “tidak mesti pencuri diadili dulu dari pada penadah, dalam hal ini dipandang cukup dengan telah terbuktinya ada orang yang kecurian dan barang-barang ada pada penadah”.Mahkamah Agung memutuskan pada 21 November 1961, “tindak pidana penadahan dapat berdiri sendiri disamping dan sejajar dengan tindak pidana pencurian”.
Mahkamah Agung memutuskan pada 9 Maret 1985, “tindak pidana penadahan ex. Pasal 480 KUHP pada umunya adalah bersifat formil, sehingga ada tidaknya pihak lain yang dirugikan karena tindak pidana yang dilakukan itu bukan unsur yang menentukan.” Terjadinya tindak pidana pencurian, penggelapan, dan penipuan dengan penadahan sangatlah erat kaitannya satu sama lain.
Terjadinya sebuah pencurian, penggelapan, atau penipuan bisa sangat sulit ditemukan pelaku dan barang yang menjadi objek hukum, karena ada seorang atau sekelompok penadah yang siap menampung semua barang-barang yang telah dicuri untuk kemudian dijual kembali untuk menghasilkan uang atau digunakan untuk kepentingan pribadi. Penadahan pun seakan-akan menjadi suatu hal yang sangat diperlukan oleh pencuri, tidak hanya untuk menjamin bahwa barang yang telah dicuri dapat menghasilkan uang bagi pelakunya, tetapi sekaligus juga menghilangkan barang hasil pencuriannya.
7.Contoh Penadahan
           
            Putusan Pengadilan Negeri Kelas I/B Banyuwangi Nomor: 211/Pid.B/2012/PN.Bwi. Dalam putusan itu disebutkan bahwa terdakwa membeli emas yang patut diduga berasal dan wilayah kawasan hutan yang diambil secara tidak sah yaitu tanpa ijin dan pihak yang berwenang dengan cara terdakwa membeli emas seberat 8 gram lebih 77 miligram dengan harga Rp.3.122.000,- (tiga juta seratus dua puluh dua ribu rupiah) dimana terdakwa patut menduga bahwa emas tersebut diambil serta diolah dari kawasan yang tidak mempunyai ijin dari pihak yang berwenang. Terdakwa patut menduga emas tersebut dari hasil kejahatan karena emas tersebut tidak dilengkapi dengan surat-surat pembelian darimana emas tersebut didapat serta bentuk emas yang dibeli tersebut masih berbentuk lantakan atau bukan emas bentuk jadi.
Lebih lanjut disebutkan, meski terdakwa tidak menjual kembali emas yang ia beli dan tidak dengan maksud mengambil untung dari emas itu, namun hakim memutuskan bahwa semua unsur-unsur pasal yang didakwakan telah terpenuhi. Terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 480 ke-1 KUHP dan dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua) bulan dan 15 (lima belas) hari.

8.Tips Menghindari Tindak Pidana Penadahan
Tips untuk menghindari pasal 480 KUHP tentang Penadahan yakni :
      Selalu mengetahui asal-usul, sejarah kepemilikan barang tersebut atau penjual dapat dipercayai untuk menjual barang tersebut.
       Hindarin membeli barang atau curigai barang-barang yang dibawah harga normal atau rata-rata harga pasaran.



BAB III

KESIMPULAN

           
Dari Penjelasan yang sudah dijelaskan di atas dari smber-sumber yang dapat dipercaya. Dapat kita simpulkan bahwa penadahan merupakan suatu perbuatan yang dapat diancam pidana yang terdapat di Bab XXX KUHP Pasal 480. Dimana syarat dapat di pidana nya adalah orang tersebut dianggap memenuhi kriteria dapat disangkanya mengetahui yaitu apabila ia patut atau dapat di duga bahwa barang tersebut di bawah harga tetapi tetap membeli nya dan beralasan tidak tahu tetap saja dia bisa saja terkena pidana dengan kasus Penadahan.



DAFTAR PUSTAKA



*) Sumber R. SOESILO

http://andryawal.blogspot.co.id/2011/10/pasal-480-kuhp-tentang-penadahaan.html

Komentar

Postingan Populer